ERTI SEBUAH ELEGI (Puisi)

Dunia Yang Kita Bina

Dunia yang kita bina adalah dunia waja
Lapisan kaca, batu-batan dan
Logam yang meluru dan menderu.

Bumi bakal tidak lagi perawan
Tergarap dan terbuka
Mimpi yang kita kejar mimpi platinum berkilatan
Dunia yang kita injak dunia kemelaratan
Keadaan yang menyerkap kita, rahang serigala yang ternganga.

Kita peluk rimbun pusaka ujar berbisa:
Bak menghela jala di air
Rasa tegang dikendurkan
Rasa kendur ditegangkan
Tegang berdenting tidak putus
Kendur berjela tidak kusut.

Segala iradat sekuat waja tangan pengurusan
Lahan rawa bertanah gambut yang
Pekat hitam, masam berwajah kusam
Dan kita terus membilang hari
Yang kian menjadi tahun dan kurun, maka
Inilah terjelma taman ilmu bernafas lembut
Dengan jernih air di tasik intelektual
Menelan nikmat mentari pagi
Dan indahnya hangat khatulistiwa.

Nasib kita awan yang terbang melayang
Menentang dan mentertawakan kita
Menjadi kabut dalam tidur berwajah malam
Menjadi suria dalam kerja bercitra siang.

Kita akan terus selesaikan teka-teki nasib ini
Dengan tangan-tangan yang kukuh dan terkepal
Tangan-tangan yang menghentak dan bekerja
Tangan-tangan yang mengoyak sampul keramat
Dan membuka lipatan warkah suci
Yang tulisannya ruwet tak bisa dibaca.

Di malam musim kemarau ini
Di kampus yang terbentang lapang
Angin menjadi sangat berharga
Langit berdandan ribuan intan
Ada suara serangga-serangga malam
Ada suara anak-anak bertadarus
Dan ketipan halus papan kekunci
Buat menenun sebuah masa depan
Untuk menjadikan kita terus terpesona

Gerimis telah turun
Desir dedaun gugur dan
jatuh di celah rerumput panjang bergoyang
Sedang kita saling berpandangan dan
terucap kalimat sepi di dalam hati
Menghayati erti sebuah elegi suci
“Gerimis sudah tiba.”


YAAKUB ISA